Tampilkan postingan dengan label Selingkuh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Selingkuh. Tampilkan semua postingan

Dari Pemerkosaan Menjadi Skandal Perselingkuhan

Diposting oleh Unknown on Senin, 08 Juli 2013

Gila, hanya kata itu yang ada dalam benakku saat mengingat kisah pemerkosaan dari para pembantuku yang hingga kini menjadi skandal perselingkuhan. Aku dibuat liar oleh mereka, sungguh ini bukan kehendakku tapi aku sangat menikmatinya. Cerita panas yang sampai kini menjadi rahasia dalam rumah tanggaku.
Di dalam ruangan itu terlihat sunyi beberapa dari mereka tidak sanggup melihat dua orang suami istri terbujur kaku, sedangkan di sampingnya terdapat anak yang masih berusia 11 tahun yang sedang menangisi ke dua orang tuanya, karena merasa kasihan aku meminta izin suamiku untuk menemuinya, setelah mendapat izin aku lalu menghampiri anak tersebut berharap dapat menenangkan hati anak tersebut,
“Al..” panggilku pelan sambil duduk di sampingnya, “sudah jangan nagis lagi, biarkan kedua orang tuamu beristirahat”

Anak itu tetap menangis, beberapa detik dia memandangku dan tidak lama kemudian dia langsung memelukku dengan air mata yang bergelinang,
“tante, hiks…hiks… Aldi ga mau sendirian, Aldi mau mama, papa…” dengan penuh rasa kasih sayang aku mengelus punggungnya berharap dapat meringankan bebannya, “tante… bangunin mama,”katanya sambil memukul pundakku, aku semakin tak kuasa mendengar tangisnya, sehingga air matakupun ikut jatuh,
“Aldi, jangan sedih lagi ya? Hhmm… kan masih ada tante sama om,” aku melihat ke belakang ke arah suamiku sambil memberikan kode, suami ku mengangguk bertanda dia setuju dengan usulku, “mulai sekarang Aldi boleh tinggal bersama tante dan om, gi mana?” tawarku sambil memeluk erat kepalahnya,
Sebelum lebih jauh mohon izinkan aku untuk memperkenalkan diri, namaku Lisa usia 25 tahun aku menikah di usia muda karena kedua orang tuaku yang menginginkannya, kehidupan keluargaku sangaatlah baik, baik itu dari segi ekonomi maupun dari segi hubungan intim, tetapi seperti pepata yang mengatakan tidak ada gading yang tak retak, begitu juga dengan hidupku walaupun aku memiliki suami yang sangat mencintaiku tetapi selama 4 tahun kami menikah kami belum juga dikaruniai seorang anak sehingga kehidupan keluarga kami terasa ada yang kurang, tetapi untungnya aku memiki seorang suami yang tidak perna mengeluh karena tidak bisanya aku memberikan anak untuknya untuk membalas budi baik kakakku, aku dan suamiku memutuskan untuk merawat anaknya Aldi karena kami pikir apa salah menganggap Aldi sebagai anak sendiri dari pada aku dan suamiku harus mengangkat anak dari orang lain,

####

Sudah satu minggu Aldi tinggal bersama kami, perlahan ia mulai terbiasa dengan kehidupannya yang baru, aku dan suamiku juga meresa sangat senang sekali karena semenjak kehadirannya kehidupan kami menjadi lebih berwarna, suamiku semakin bersemangat saat bekerja dan sedangkan aku kini memiliki kesibukan baru yaitu merawat Aldi,
“Bi…. tolong ambilin tasnya Aldi dong di kamar saya,” kataku memanggil bi Mar

Hari ini adalah hari pertama Aldi bersekolah sehingga aku sangat bersemangat sekali, setelah semuanya sudah beres aku meminta pak Rojak untuk mengantarkan Aldi ke sekolahnya yang baru, beberapa saat Aldi terseyum ke arahku sebelum dia berangkat ke sekolah. Seperti pada umumnya ibu rumah tangga, aku berencana menyiapkan makanan yang special untuk Aldi sehingga aku memutuskan untuk memasak sesuatu di dapur, tetapi saat aku melangkah ke dapur tiba-tiba kakiku terasa kaku saat melihat kehadiran pak Isa yang sedang melakukan hubungan intim dengan mba Ani, mereka yang tidak menyadari kehadiranku masih asyik dengan permainan mereka,
“Hmm… APA-APAAN INI?” bentakku ke pada mereka, mendengar suaraku mereka terlihat tanpak kaget melihat ke hadiranku, “kalian benar-benar tidak bermoral, memalukan sekali!”

Mereka tanpak terdiam sambil merapikan kembali pakaian mereka masing-masing, beberapa saat aku melihat penis pak Isa yang terlihat masih sangat tegang, sebenarnya aku sangat terkejut melihat ukuran penis pak Isa yang besar dan berurat, berbeda sekali dengan suamiku,
“maafin kami Bu,” kini Ani membuka mulutnya, sedangkan pak Isa masih terdiam,
“Maaf… kamu benar-benar wanita murahan, kamu tahu kan pak Isa itu sudah punya istri kenapa kamu masih juga menggoda pak Isa, kamu itu cantik kenapa tidak mencari yang sebaya denganmu?” emosiku semakin memuncak saat mengingat bi Mar istri dari pak Isa, “saya tidak menyangka ternyata anda yang sangat saya hormati ternyata tidak lebih dari binatang, betapa teganya anda menghianati istri anda sendiri,” beberapa kali aku menggelengkan kepalahku, sambil menunjuk ke arahnya,

“maaf Bu ini semua salah saya, jangan salahkan Ani” kata pak Mar yang membela Ani,
“mulai sekarang kalian saya PECAT, dan jangan perna menyentuh ataupun menginjak rumah ini, KELUAR KALIAN SEMUA!!” bentakku

Mendengar perkataanku Ani terlihat pucat tidak menyangkah kalau kelakuan bisa membuatnya kehilangan pekerjaan, sedangkan pak Isa terlihat tenang-tenang saja malahan pak Isa tanpak terseyum sinis,
“he..he… Ibu yakin dengan keputusan Ibu,” pak Isa tertawa mendengar perkataanku, perlahan pak Isa mendekatiku, “jangan perna main-main dengan saya Bu,” ancamnya dengan sangat sigap pak Isa menangkap kedua tanganku,
“apa-apaan ini lepaskan saya, atau saya akan berteriak,” aku mencoba mengancam balik mereka yang sedang mencoba mengikat kedua tanganku,
“teriak saja Bu, tidak akan ada orang yang mendengar,” timpal Ani sambil membantu pak Isa mengikat kedua tanganku,
Apa yang di katakan Ani ada benarnya juga, tetapi walaupun begitu aku tidak mau menyerah begitu saja dengan susah paya aku berusaha melepaskan diri tapi sayangnya tenagaku kalah besar dari mereka berdua, tanpa bisa berbuat apa-apa aku hanya dapat mengikuti mereka saat membawaku ke dalam kamar pak Isa. Sesampai di kamar aku di tidurkan di atas kasur yang tipis, sedangkan Ani mengambil sebuah Hp dan ternyata Hp itu di gunakan untuk merekamku, sehingga kehawatiranku semakin menjadi-jadi.
“kalian biadab, tidak tau terimakasih ****** kalian!” air mataku tidak dapat kubendung lagi saat jari-jemari pak Isa mulai merabahi pahaku yang putih,

“ja-jangan, mau apa kalian lepaskan saya ku mohon jangan ganggu saya,” kataku di sela-sela isak tangis,
“siapa suruh ikut campur urusan saya, he…he… maaf bu ternyata hari ini adalah hari keberuntungan saya, dan hari yang sil bagi Ibu,” semakin lama aku merasa tangannya semakin dalam memasuki dasterku,

“tidak di sangkah impian saya akhirnya terkabul juga,”” sambungnya sambil meremasi paha bagian dalamku,
“makanya Bu jangan suka ikut campur urusan orang,” kini giliran Ani yang menceramahiku,
“ya, saya ngaku salah tolong lepasin saya,” kini aku hanya dapat memohon agar mereka sedikit iba melihatku, tetapi sayangnya apa yang kuharapkan tidak terjadi, pak Isa tanpa semakin buas memainkan diriku

Aku hanya dapat melihat pasrah saat dasterku terlepas dari tubuhku, kedua payudaraku yang memang sudah tidak tertutupi apa-apa lagi dapat dia nikmati, jari-jarinya yang kasar mulai memainkan selangkanganku,
“sslluupss…sslluuppss… hhmm…. ayo Bu puaskan saya?” pinta pak Isa, sambil mengulum payudaraku beberapa kali lidahnya menyapu putting susuku yang mulai mengeras,

“ko’ memiawnya basah bu, he…he…” memang harus diakui, tubuhku tidak dapat membohonginya walaupun bibirku berkata tidak,
“wa…wa… Ibukan sudah punya suami ko’ masih juga menggoda laki orang lain, ga malu ya Bu,” Ani melotottiku seolah-olah ingin membalas perkataanku tadi, “dasar wanita munafik, sekarang Ibu tau kan kenapa saya menyukai pak Isa,”bentak Ani kepadaku, sehingga membuat hatiku terasa amat sakit mendengarnya,
“aahhkk… pak, hhmm…. pak sudah jangan di terusin…” kataku dengan kaki yang tidak dapat diam saat jarinya menyelusup kedalam vaginaku yang sudah banjir, perlahan kurasakan jari telunjuknya menyelusuri belahan vaginaku,
“oo… enak ya? he…he…” pa Isa tertawa melihatku yang sudah semakin terangsang, leherku terasa basah saat lidah pak Isa menjilati leherku yang jenjang,
Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik celana dalamku, sehingga vaginaku yang tidak di tumbuhi rambut sehelaipun terlihat olehnya, aku memang sangat rajin mencukur rambut vaginaku agar terlihat lebih bersi dan seksi.

Ani berjongkok di sela-sela kakiku, kamera Hp di arahkan persis di depan vaginaku yang kini sudah tidak ditutupi oleh sehelai kain, tanpa memikirkan perasaanku pak Isa membuka bibir vaginaku sehingga bagian dalam vaginaku dapat di rekam jelas oleh Ani, beberapa kali jari telunjuk pak Isa menggesek clitorisku,
“ohk pak plisss.. jangan…? saya malu…” aku merasa sangat malu sekali di perlakukan seperti itu, baru kali ini aku bertelanjang di depan orang lain bukan suamiku sendiri,
“Ha…ha… malu kenapa Bu? ****** aja tidak malu ga pake baju masa ibu malu si…” katanya yang semakin merendahkan derajatku, setelah puas mempertontonkan vaginaku di depan kamera, pak Isa bertukar posisi dengan Ani untuk memegangi kakiku sedangkan pak Isa berjongkok tepat di bawa vaginaku,
Dengan sangat lembut pak Isa menciumi pahaku kiri dan kanan secara bergantian, semakin lama jilatannya semakin ke atas menyentuh pinggiran vaginaku,
“aahkk… sudah pak, rasanya sangat geli hhmm…” aku berusaha sekuat tenaga mengatupkan kedua kakiku tetapi usahaku sia-sia saja, dengan sangat rakus pak Isa menjilati vaginaku yang berwarna pink, sedangkan Ani tanpa puas melihat ke adaanku yang tak berdaya,
“nikmatin aja Bu, he..he.. saya dulu sama seperti ibu selalu menolak tapi ujung-ujungnya malah ketagihan” kata Ani tanpa melepaskan pegangannya terhadap kakiku,
Semakin lama aku semakin tidak tahan, tiba-tiba aku merasa tubuhku seperti di aliri listrik dengan tegangan yang tinggi, kalau seandainya Ani tidak memegang kakiku dengan sangat erat mungkin saat ini wajah pak Isa sudah menerima tendanganku, mataku terbelalak saat orgasme melandah tubuhku dengan sangat hebat, cairan vaginaku meleleh keluar dari dalam vaginaku, sehingga tubuhku terasa lemas,
“ha…ha… bagaimana Bu, mau yang lebih enak….” pak Isa tertawa puas, aku hanya dapat menggelengkan kepalaku karena aku sudah tidak mampu lagi untuk mengeluarkan suara dari mulutku, perlahan pak Isa berdiri sambil memposisikan penisnya tepat di depan vaginaku,
“aahkk… sakit…” aku memikik saat kepala penisnya menerobos liang vaginaku, “uuhk… hhmm… pelan-pelan pak…” pintaku sambil menarik napas menahan rasa sakit yang amat sangat di vaginaku karena ukuran penis pak Isa jauh lebih besar dari penis suamiku,
“tahan Bu, bentar lagi juga enak ko’ “ kata Ani yang kini melepaskan ikatan di tanganku, setelah ikatanku terlepas Ani kembali merekam adegan panas yang kulakukan,

Dengan sangat cepat pak Isa menyodok vaginaku sehingga terdengar suara “plokkss….ploskkss…” saat penisnya mentok ke dalam vaginaku yang mungil,
“aahhkk… aahhkk… aaahh… oooo…”semakin cepat sodokannya suaraku semakin lantang terdengar,
“oh yeeaa… enak Bu, hhmm… ternyata memiaw Ibu masih sempit sekali walaupun sudah perna menikah,” katanya memujiku, tetapi mendengar pujiannya aku tidak merasa bangga melainkan aku meresa jijik terhadap diriku sendiri,
Aku merasa vaginaku seperti di masuki benda yang sangat besar yang mencoba mengorek isi dalam vaginaku, rasanya memang sangat sakit sekali tetapi di sisi lain aku merasa sangat menikamati perkosaan rehadap diriku, selama ini aku belum perna merasakan hal seperti ini dari suamiku sendiri,
“ayo sayang, bilang kalau tongkol saya enak…” dengan sangat kasar pak Isa meremasi kedua payudaraku,
“ti-tidak…. ahk… hhmm…” aku di buat merem melek olehnya,
“ha..ha.. kamu mau jujur atau tidak, kalau tidak hhmm… saya akan adukan semua ini kepada suamimu, ha…ha…” katanya mengancamku dengan tawa yang sangat menjijikan,
“ja-jangan pak,” aku memohon ke padanya, karena takut dengan ancamannya akhirnya aku menyerah juga “iya, aahhkk… aku suka…” kataku dengan suara yang hampir tidak terdengar,
“APA… SAYA TIDAAK MENDENGAR?” pak Isa berteriak dengan sangat kencang sehingga gendang telingaku terasa mau pecah mendengar teriakannya,
“IYA PAK, ENAK SEKALI SAYA SUKA SAMA tongkol BAPAK….aahhk…uuhhkk!!” dengan sekuat tenaga aku berusaha tegar dan berharap semuanya cepat berlalu,
Setelah berapa menit kemudian tubuhku kembali merasa tersengat oleh aliran listrik saat aku kembali mengalami orgasme yang ke dua kalinya,

Dengan sangat kasarnya pak Isa menarik tubuhku sehingga aku berposisi menungging, pantatku yang bulat dan padat menghadap dirinya,
“hhmm… indah sekali pantatmu sayang” katanya sambil meremasi bongkahan pantatku,
“pak, saya mohon cepat lakukan,”
“ha..ha.. kenapa Bu, sudah ga tahan” berkali-kali pantatku menerima pukulan darinya, sebenarnya aku tidak menyangka dengan kata-kataku tadi bisa membuatku semakin renda di mata mereka, sebenarnya aku hanya bermaksud agar semua permainan ini segera berakhir tapi sayangnya pak Isa tidak menginginkan itu,

“tenang Bu, santai saja dulu?”
Pak Isa sangat pintar memainkan tubuhku, dengan sangat lembut jari kasarnya menyelusuri belahan pantatku dari atas hingga ke bawah belahan vagianaku, gerakan itu di lakukan berkali-kali sehingga pantatku semakin terlihat membusung ke belakang,
“ohhkk… pak, hhhmm….” ku pejamkan mataku saat jarinya mulai menerobos lubang anusku, dengan gerakan yang sangat lembut jarinya keluar masuk dari dalam anusku, “ahhkk….ooo… ssstt…uuuuu… pak” ternyata rintihanku membuat pak Isa semakin mempercepat gerakan jarinya,
pak Isa dengan rakusnya kembali menjilati vaginaku dari belakang sedangkan jari-jarinya masih aktif mengocok anusku. Pada saat aku sangat terangsang tiba-tiba kami mendengar suara ketukan yang kuyakini itu adalah pak Rojak yang baru pulang dari mengantar Aldi,
“Pak Rojak tolongin saya…” kataku berharap ia bisa membantuku untuk lepas dari pelecehan yang ku alami, dengan santainya Ani membukakan pintu tanpa rasa takut kalau pak Rojak mengadukan kejadian ini ke pada suamiku, pak Rojak tanpak kaget saat melihat keadaanku yang sedang di gagahi oleh pak Isa,

“pak, tolong ku mohon,” kataku memelas,
“Wa…wa…. apa-apaan ini, “ beberapa kali pak Rojak menggelengkan kepalahnya dengan mata yang tak henti-hentinya memandangi tubuh mulusku,
“Udah pak, jangan sok mau jadi pahlawan kalau bapak mau embat aja, dia sudah menjadi budaknya saya,” pak Isa mulai membujuk pak Rojak dan aku hanya bisa berharap pak Rojak tidak memperdulikan tawaran pak Isa,

“kenapa bengong? sini ikutan!” ajaknya lagi
“jangan pak saya mohon tolongin saya,” aku mengiba ke pada pak Rojak, tetapi pak Isa tidak mau kalah kedua jarinya membuka bibir vaginaku,
“bapak liat ni, memiawnya sudah basa banget… wanita ini munafik” pak Rojak terdiam seperti ada yang sedang di piirkannya,
“memiawnya masih sempit lo, apa lagi anusnya kayaknya masih perawan,” bujuk pak Isa berharap pak Rojak mau bergabung dengannya untuk menikmati tubuhku,
Akhirnya pak Rojak tidak tahan melihat vaginaku yang becek terpampang di depannya, “hhmm… oke lah tapi boolnya buat saya ya, ” tubuhku semakin terasa lemas, kini aku sudah tidak tau harus meminta tolong ke pada siapa lagi, perlahan pak Rojak mendekatiku,
“sekarang Ibu dudukin tongkol saya, cepat…” perintah pa Isa sambil tidur telentang dengan penis yang mengancung ke atas, dengan sangat pelan aku menuduki penis pak Isa,
“eennnggkk…. “ aku menggigit bibir bawahku saat kepala penis pak Isa kembali menembus vaginaku, perlahan penis itu amblas ke dalam vaginaku, dengan sangat erat pak Isa memeluk pinggangku agar tidak dapat bergerak,
Setelah melepas semua pakaian yang ada di tubuhnya, pak Rojak mendekatiku dengan penis berada di depan anusku beberapa kali pak rojak menamparkan penisnya ke pantatku,
“pak sakit… aahhkk… aahkk… ja-jangan pak saya belum pernah” aku berusaha melepaskan diri saat pak Rojak mulai berusaha memasuki anusku, sempat beberapa kali ia gagal meembus anusku yang memang masih perawan,
“ha…ha… ayo dong Pak, masak kalah sama cewek si…” kata pak Isa mmemanas-manasi pak Rojak agar segera membobol anusku, pak rojak yang mendengar perkataan pak Isa menjadi lebih beringas dari sebelumnya,
“AAAAAA….” aku berteriak sekencang-kencangnya saat penis pa Rojak berhasil menerobos anusku, tanpa memberikan aku nafas ia menekan penisnya semakin dalam, “aahkk…. oohhkk… pak, hhmm…” aku merintih ke sakitan saat pak Rojak mulai memaju mundurkan penisnya di dalam anusku,
“gi mana pak? Enak kan?” tanya pak Isa yang kini ikutan memaju mundurkan penisnya di dalam vaginaku,
“eehhkknngg… mantab pak, enak banget he….he… hhmm….” semakin lama kedua pria tersebut semakin mempercepat tempo permainan kami,
Sudah beberapa menit berlalu kedua orang pria ini belum juga menunjukan kalau mereka ingin ejakulasi, sedangkan diriku sedah beberapa kali mengalami orgasme yang hebat sehingga tubuhku terasa terguncang oleh orgasmeku sendiri. Setelah beberapa menit aku mengalami orgasme tiba-tiba pak Isa menunjukan bahwa dia juga ingin mencapai klimaks. Dengan sekuat tenaga pak Isa semakin menenggelamkan penisnya ke dalam vaginaku dalam hitungan beberapa detik kurasakan cairan hangat membasahi rahimku,
“aahkk… enak…. hhmm…” gumamnya saat menyemburkan sperma terakhirnya, setelah puas menodaiku pak Isa melepas penisnya di dalam vaginaku begitu juga dengan pak Rojak yang melepaskan penisnya di dalam anusku,
“buka mulutmu cepetan,” perintah pak Rojak sambil menarik wajahku agar menghadap ke arah penisnya yang terlihat berdeyut-deyut, aku sangat kaget sekali saat pak Rojak memuntahkan spermanya ke arah wajahku, sehingga wajahku ternodai oleh sperma pak Rojak,
Kini aku benar-benar sudah tidak memiliki tenaga sedikitpun, untuk mengangkat tubuhku saja terasa sangat berat sekali, sedangkan mereka tanpa puas memandangku yang sedang berpose mengangkang di depan mereka karena kedua kakiku kembali dipegangi Ani, sperma yang tadi di muntahkan pak Isa terasa mengalir keluar dari dalam vaginaku,
Aku duduk di atas sofa sambil melihat anak angkatku Aldi yang sedang di temani suamiku belajar, wajah mereka terlihat sangat cerah sekali bertanda bahwa mereka sangat bahagia, entah kenapa tiba-tiba di pikiranku terlintas kembali apa yang terjadi tadi pagi yang menimpa diriku, semakin aku berusaha melupakannya rasanya ingatan itu semakin menghantuiku, aku tidak bisa membayangkan kalau sampai suamiku mengetahui kalau aku di perkosa oleh ketiga pembantuku sendiri,
“hhmm… gi mana Aldi sudah negerti belom” kataku sambil mengucek rambutnya yang sedang sibuk menghitung soal yang di berikan suamiku, “ya sudah kalau begitu mama bikinin minuman dulu ya, buat kalian,” kataku yang di sambut dengan teriakan mereka berdua,
Baru satu langkah aku keluar dari kamar tiba-tiba pergelangan tanganku terasa sakit saat pak Rojak menarik tanganku,
“bapak apaan sih!?” bentakku dengan suara yang sangat pelan,
“ssstt… jangan berisik…” kata pak Rojak dengan jari telunjuk di bibirnya, “nanti suami dan anak mu dengar, hhmm… bapak cuman mau ini Bu,” katanya lagi sambil mencubit payudaraku, dengan sigap aku mundur ke belakang,
“jangan main-main pak,” beberapa kali aku memandang pintu kamarku yang tidak tertutup rapat, tetapi pak Rojak tidak kehabisan akal dia balik mengancamku dengan mengatakan akan membongkar semua rahasiaku ke pada suamiku, sehingga nyaliku menjadi ciut,
“oke, hhmm… kalau begitu bapak ikut saya” kataku dengan suara yang bergetar, karena sudah tidak tahu lagi harus melakukan apa, dia terseyum puas melihatku tak berdaya dengan permintaanya,
“maaf Bu, saya inginnya di sini bukan di tempat lain,” katanya dengan suara yang cukup jelas, setelah berkata seperti itu pak Rojak langsung memelukku dengan erat sehingga aku sulit bernafas, “hhmm… bauh tubuh ibu benar-benar menggoda saya,” perlahanku rasakan lidahnya menjulur ke leherku
“pak ku mohon, jangan di sini” pintaku ke padanya,
Pak Rojak yang mengerti kekhawatiranku langsung membalik tubuhku menghadap daun pintu kamarku yang sedikit terbuka,
“Ibu bisa bayangkan kalau sampai orang yang sedang di dalam kamar Ibu mengetahui apa yang sedang Ibu lakukan,” ancamnya sambil menarik rambutku sehingga aku harus menutup mulutku dengan telapak tanganku agar suara terikanku tidak terdengar oleh suami dan anakku,
“Pak ku mohon jangan di sini,” aku hanya bisa menurut saja saat pak Rojak menyuruhku untuk menungging dengan tangan yang menyentuh lantai, sedangkan wajahku menghadap ke celah pintu kamarku yang terbuka,
“tahan ya Bu,” katanya sambil menyingkap dasterku, sehingga celana dalamku yang berwarna hitam terpampang di depan matanya, dengan sangat kasar pak Rojak meremas kedua buah pantatku yang padat sehingga aku tak tahan untuk tidak mendesah,
“aahkk.. pak hhmm.. ja-jangan di sini pak,” pak Rojak diam saja tidak mendengar kata-kataku melainkan pak Rojak semakin membuatku terangsang dengan mengelus belahan vaginaku dari belakang,
“kalau kamu tidak mau ketahuan jangan bicara,” bentak pak Rojak sambil memukul pantatku
“ta-tapi pak, oohhkk… aku ga kuat,” kataku dengan suara yang sangat pelan, “ku mohon pak mengertilah,”
Pak Rojak seolah-olah tidak mau tahu, kini dengan rakusnya pak Rojak menjilati vaginaku yang masih tertutup celana dalamku, sehingga aku merasa celana dalamku tampak semakin basah oleh air liurnya. Setelah puas menciumi vaginaku pak Rojak memintaku untuk membuka celana dalamku sendiri masih dengan posisi menungging. Sangat sulit bagiku untuk melepaskan celana dalamku dengan posisi menungging belum lagi aku harus bekonsentrasi agar suaraku tidak keluar dengan keras walaupun pada akhirnya aku berhasil menurunkan celana dalamku sampai ke lutut,
“hhuuu… mantab….” katanya sambil merabahi vaginaku dari belakang, “kamu mau tahukan gimana rasanya ngent*t di depan suamimu sendiri,” katanya lagi sambil menunjuk ke arah suamiku yang sedang mengajari anaku Aldi,
“pak, ja-jangan…” aku sangat takut sekali kalau suamiku melihat ke arahku, tiba-tiba aku di kejutkan dengan jari telunjuk pak Rojak yang langsung memasuki vaginaku sehingga aku terpekik cukup keras,
“sayang… ada apa?” kata suamiku dari dalam, saat mendengar suaraku.
“aahkk… tidak pa, cuman hhmm.. tadi ada tikus lewat,” jawabku asal-asalan agar suamiku tidak curiga ke padaku, tetapi untungnya suamiku tidak melihat ke arahku, dalam ke adaan terjepit seperti ini pak Rojak masih asyik mempermainkan vaginaku dari belakang,
“ada tikus??” katanya lagi seolah-olah tidak percaya, “apa perlu papa yang usir,” mendengar tawarannya nafasku teras berhenti tetapi untungnya aku masih banyak akal,
“aahhgg… ga usah hhmm.. pa…” kataku terputus-putus menahan rasa nikmat yang di berikan pak Rojak kepadaku, untungnya suamiku tidak curiga dengan suaraku,
“asyikan Bu, ngobrol dengan suami sambil di mainin memiawnya,” aku memandangnya dengan wajah yang memerah karena nafsuku sudah di puncak, “ko’ diam cepat ajak suami Ibu ngobrol,” mendengar perkataanya aku langsung melotot ke arahnya, “Ibu mau kalau suami Ibu tau apa yang sekarang Ibu lakuin,” mendengar ancamannya aku kembali terdiam,
Dengan sangat terpaksa aku kembali mengajak suamiku mengobrol, walaupun di dalam hati aku merasa was-was takut kalau suamiku menyadari suaraku yang berubah menjadi desahan,
“paaa… ma-mau minum apa?” tanyaku yang kini sedang diperkosa oleh pak Rojak, tanpa kusadari pak Rojak sudah memposisikan penisnya di depan ibir vaginaku sehingga beberapa kali aku terpanjat saat pak rojak menghantamkan penisnya dengan sangat keras ke dalam vaginaku,
“terserah mama saja… papa sama Aldi ikut aja,”
“iya ma, apa aja asalkan enak,” sambung Aldi,
Waktu demi waktu telah berlalu sehingga sampai akhirnya sikapku berubah menjadi sedikit liar dan mulai menyukai cara pak Rojak memperkosaku walaupun pada awalnya hatiku terasa miris sekali di perlakukan seperti ini,
“aahk…. pak hhmm.. enak,” aku melenggu panjang saat orgasme melandahku, kini perkosaan yang ku alami berganti dengan perselingkuhanku dengan pembantuku,
“ohhk… memiaw istri majikan ternyata enak sekali, ahhkk…” katanya yang terus-terusan menggoyang penisnya di dalam vaginaku,
“pak… aahhkk… eehkk… aku, hhmm… ingin keluarrr, uuhhkk…” kali ini suaraku terdengar sangat manja
Beberapa menit kemudian kami mengerang bersamaan saat kenikmatan melanda kami berdua, setelah merasa puas aku dan pak Rojak kembali merapikan pakaian kami masing-masing, sebelum pak Rojak pergi meninggalkanku sempat terlihat seyumannya yang tersungging di bibirnya. Setelah membuatkan minuman aku kembali ke kamarku menemui anak dan suamiku, mereka terlihat tanpak senang sekali melihatku hadir dengan membawa minuman dan makanan kecil,
“ini di minum dulu, nanti baru di lanjutin lagi,” kataku sambil meletakan cangkir dan piring di atas meja kecil yang di gunakan Aldi untuk belajar,
“makasi mama…” kata Aldi yang langsung saja menyambar minuman yang baru ku bikin, entah kenapa setiap kali melihat Aldi hatiku terasa menjadi damai, dan semua masalah seperti terlupakan,
Aku merasa sedikit aneh, saat suamiku memandangku dengan tatapan mencurigakan sehingga aku memberanikan diri untuk bertanya ke padanya,
“ada pa, ko memandang mama seperti itu” kataku sambil mengupas jeruk untuk Aldi yang sedang menulis,
suamiku mendekatkan mulutnya ke telingaku, “hhmm.. sayang ko’ kamu bau hhmm… gitulah…” mendengar pertanyaannya jantungku terasa berhenti,
“bau, bau apa pa?” tanyaku untuk memastikan apa maksud dari pertanyaan suamiku,
“kamu tadi ko’ lama ma,” kami terdiam beberapa saat, “mama abis dari kamar mandi ya, hhmmm… papa jadi curiga ni,” katanya sambil tertawa memandangku, mendengar perkataanya aku menjadi sedikit lega,
“Iya ni pa, abis kangen si…” kataku manja sambil mencubit penis suamiku,
Setelah yakin Aldi tertidur pulas, suamiku mengjakku untuk melayaninya semalaman suntuk. Tubuhku memang terasa lelah karena seharian harus mengalami orgasme, tetapi di sisi lain aku sangat senang karena suamiku tidak mencurigai aku karena bau tubuhku seperti bau orang yang habis bercinta.
Hampir tiap hari aku merengkuh kenikmatan bersama para pembantuku, kenikmatan yangh tidak aku dapatkan dari suamiku yang membuat aku semakin liar. 
Tamat
Read More

Mantan Pacar Jadi Selingkuhan

Diposting oleh Unknown on Sabtu, 06 Juli 2013

Niki adalah mantan kekasihku beberapa tahun lampau. Ia menikah dengan pria lain tahun 1996, aku menyusul dua tahun kemudian, saat itu Niki sudah mempunyai anak satu. Kami berpisah baik-baik, dan sesudahnya kami masih berhubungan. Aku juga kenal baik dengan suaminya. Aku dan Niki sama-sama kerja di perusahaan konsultan. Sesudah menikah ia bertugas di salah satu proyek, sedangkan aku di head office, sehingga kami lama tidak ketemu.Cerita ini terjadi pada pertengahan tahun 2000, saat ia kembali bertugas di Head office menjadi sekretaris salah seorang expert kami dari Hongkong. Aku sering berhubungan kerja dengannya. Semula kami bersama dalam tugas. Lama-lama berlanjut untuk hal-hal di luar kerjaan, hingga tidak terasa kebiasaan dulu kembali muncul. Misalnya makan siang. Seperti dulu waktu masih pacaran, sering ia 'mencomot' lauk dari piringku, atau sesuatu yang ia makan diberikan separuh ke piringku. Kebiasaanku menyiapkan sendok dan minuman untuknya, atau menghabiskan makanannya juga menjadi kegiatan rutin, seolah hal yang wajar saja dalam hubungan kami. Untungnya teman-teman sekantor juga menganggapnya wajar. Sering juga kami ngobrol soal rumah tangga, suami(nya), istri(ku), dan anak-anak (kami). Tidak ada cerita jelek, semua baik-baik saja. Tapi di balik yang 'baik-baik' tersirat kerinduan (atau kecewaan?) tersembunyi. Dalam suasana seperti itulah hubungan kami berlanjut dan menghasilkan kisah-kisah yang sebagian kucuplik di sini, khusus yang punya kesan mendalam untukku. Pertama: Saung Ikan Mas Hari itu bossnya Niki sedang ke tempat client.Si boss bawa mobil sendiri, maka seperti biasa Niki memanfaatkan mobil kantor yang menganggur buat jalan-jalan. Driver-nya cs kami, jadi ia mengajakku bergabung cari makan siang di luar. ( "Kamu yang traktir yaa.." katanya). Pukul 11.30 kami bertiga berangkat ke Cwie Mie Fatmawati. Baru sampai di Prapatan Pejaten (kantor kami di Buncit), si boss menelpon minta supaya driver-nya menyusul karena tidak enak badan. Maksudnya minta disupiri pulang.Driver kami turun sambil mengomel, minta uang taksi ke Niki terus menyusul bossnya di sekitar blok M. Niki menggantikan pegang kemudi (dulu, Niki yang mengajariku bawa mobil) dan melanjutkan perjalanan."Kalo dulu, sambil nyetir gini biasanya aku dipijitin.." Niki mulai membuka kenangan. "Sekarang juga boleh.." kataku, sambil mengusap lututnya, biasanya aku pindah ke belakang, memijat leher dan pundaknya dari belakang, dan tentu saja berakhir di payudaranya. "Jangaan ahh, kacanya terang.." kata Niki.Usapan di lutut memang lebih aman dari pandangan mobil lain. Dari desahan 'ahh'-nya kurasakan bahwa Niki menikmatinya. "Kita ke saung aja yuk..!" lanjut Niki. Saung adalah istilah kami berdua untuk sebuah restoran pemancingan di sekitar Ragunan.Aku tidak menjawab, hanya semakin meningkatkan sentuhan di lutut dan ke atas 'sedikit' sambil mata tetap waspada memantau kiri kanan takut dilongok pengendara motor. Niki dengan trampil meluncurkan mobil di sepanjang jalan dengan meminimalkan penggunaan kopling supaya paha kirinya lebih mudah terjangkau jari-jariku. "Berapa tahun aku tidak nyentuh ini.." kataku saat jariku mulai nyelusuri pinggiran CD-nya. Niki agak tergetar oleh sentuhanku itu, sambil mendesis ia mengoyangkan kakinya. "Kamu bangun enggak Mas..?" katanya (ia memanggilku 'Mas'). "Liat aja," jawabku. Ia melirik dan terkikik melihat tonjolan yang mengeras di celanaku."Hihihi.. masih mempan juga.." "Masih dong, remasanmu belum ada duanya.." Restoran itu terletak di pinggir kolam, dihubungkan ke beberapa saung (gubuk dari bambu) di tengah kolam dengan jembatan kayu. Saung beratap rumbia ukuran 2,5 m x 2,5 m itu diberi pagar bambu rapat setinggi 60 cm. Bagian atasnya terbuka sehingga dapat dipantau dari jauh, tapi dilengkapi krey bambu yang jarang-jarang, dan dapat diturunkan 'kalau perlu', juga disediakan bantal duduk. Tidak ada pengunjung lain. Kami meniti jembatan kayu, memilih saung yang paling jauh dari kasir, dan memesan makanan yang paling cepat saji. Tidak lupa kami minta krey diturunkan. Begitu pelayan pergi, aku segera menjatuhkan pantatku di sebelahnya. Ia menyandar ke tiang bambu di pojok, bersila di bantal dengan cuek. Aku meneruskan elusanku yang terhenti, menyusuri pahanya yang terbuka."Mana dong yang keras-keras tadi, aku pegang.." katanya tanpa mempedulikan jariku yang sudah terbenam di dalam roknya. Aku merapatkan duduk agar terjangkau tangannya. Ia menekan-nekan celana di bagian penisku dengan keempat jarinya.Dengan hati-hati sabukku dibuka, lalu zipku diturunkan. Dari sela- sela baju dan singlet, dirogohnya penisku yang sudah mengeras lalu diusapnya lembut. "Segini aja dulu, biar gampang ditutup," katanya saat aku mau menurunkan celana panjang.Rasa nikmat yang halus merambat seperti aliran setrum dari selangkanganku, menjalar ke kaki, badan terus ke otak. Kami duduk berdampingan, aku selonjor dengan penis mencuat keluar dari celana, sementara paha kiri Niki menopang di atas paha kananku, kirinya mengusap lembut batangku sementara sambil menikmati elusannya, tangan kananku melakukan eksplorasi ke permukaan vaginanya yang terbungkus CD. Percumbuan ringan itu terhenti ketika pelayan datang membawa pesanan.Aku menaikkan zipku kembali seraya merapatkan jaket. "Sana kamu ke kamar mandi Mas, CD sama singletnya dikantongin aja. Sabuknya masukin tas," ia berbisik memerintahku (Dari dulu aku suka 'perintah- perintahnya' Ia membereskan makanan sementara aku ke kamar mandi, membukai semua sesuai instruksi dan mencuci batangku supaya dingin dan segar kembali. Keluar kamar mandi, aku berpapasan dengan Niki menuju ke tempat yang sama sambil mengedipi aku. Sambil menunggu, membayangkan ulah Niki batangku yang baru didinginkan mengeras lagi. Aku tidak menyentuh makanan, hanya minum Aqua untuk mengurangi bau mulut. Niki datang langsung duduk di bantal lagi. "Udah lega.. ganjelnya udah masuk sini semua.. Beha, CD.." Niki melemparkan tasnya. Aku kembali merapat. "Jangan deket-deket, kelihatan dari kasir," ia mencegah. Tangan kiriku beralih ke perutnya, pelan-pelan menggeser ke atas.Semua 'daleman' Niki sudah tersimpan dengan aman di dalam tas. Niki mengeluh saat tanganku menyentuh bulatan kenyal itu, menggeser posisi sehingga dapat mengawasi kasir di seberang, sekaligus memudahkan aku 'bekerja'. Ia kembali mendesah lirih saat kusentuh putingnya. Darahku bergejolak merasakan lembutnya buah dada Niki. Beda dengan dulu, sekarang lebih berisi karena menyusui. Aku tidak berani mencium bibir atau mendekapnya karena kepala kami kelihatan sayup dari restoran. Perlahan kubuka kancing blus dengan menyisakan satu kancing paling atas (Niki biasa begitu supaya cepat 'memberesinya') hingga aku dapat leluasa menciumi perutnya.Buah dada Niki mengembang segar, putingnya yang menonjol sudah mulai mengeras, coklat dilingkari semburat merah jambu. Dengan lembut jariku mengelus puting itu. Kuremas tubuh Niki dengan penuh perasaan. Lidahku menjelajahi perutnya, membuat Niki mendesah-desah dengan mata setengah terpejam. Bersembunyi di balik blus longgarnya, ciumanku beralih ke buah dada. Lidahku berputar-putar menyapu lingkaran merah di seputar puting, lalu diteruskan dengan mengulum ujungnya. Sementara itu tanganku menjelajahi gunung yang sebelahnya. Niki semakin merintih-rintih menikmati sentuhanku. Birahinya semakin menggelora. Sambil tetap menciumi puting susu, tangan kiriku pindah menelusuri paha Niki sambil tangan lainnya menyusup ke belakang, membuka kaitan roknya. Sentuhan dan rabaanku akhirnya sampai ke pangkal pahanya yang tidak terbungkus apa apa.Usapanku pada bukit lembut yang ditumbuhi bulu halus membuat birahi Niki menggelegak, meluap ke seluruh nadi dan pori-pori. Ketika tanganku menyelusup ke celah kewanitaannya yang basah, Niki makin menggeliat tidak terkendali."Ahh.. Mass, ahh.." Niki merintih tidak karuan, sementara sekujur tubuhnya mulai dirangsang nikmat yang tidak tertahankan. Dengan hati- hati rok Niki kusingkapkan, pahanya yang mulus sudah menganga menantikan sentuhan lebih jauh.Celah di pangkal paha Niki yang ditutupi rambut halus, merekah indah. Kepalaku menyusup ke dalam roknya yang tersingkap, Niki mengangkangkan pahanya lebar-lebar seraya menyodorkan pangkal pahanya, memudahkanku mencapai lembahnya. Jariku mengusap-usap celah itu yang mulai basah dan menebal, sementara lidahku menciumi pinggiran bulu-bulu kemaluannya. Niki mengerang keenakan saat jari-jariku menggetar dan memilin kelentitnya."Akh.. Mas, gila..! Udah dong Mass..!" Jari-jariku membasahi kelentit Niki dengan cairan yang merembes keluar dari celahnya. Setiap jariku mengorek lubang kemaluan untuk membasahi kelentit, Niki menggeliat kelojotan.Apalagi sambil membenamkan jari, aku memutar-mutarkannya sedikit. Sambil meremas rambutku yang masih menciumi pubisnya, Niki mencari- cari zipku, ketemu, terus dibukanya. Dan kemaluanku yang sudah menegang kencang terbebas dari 'kungkungan'.Batangku tidak terlalu panjang, tapi cukup besar dan padat. Sementara ujungnya yang ditutupi topi baja licin mengkilat, bergerak kembang kempis. Di ujung topi itu, lubang kecilku sudah licin berair. Sementara tubuh Niki makin melengkung dan tinggal punggungnya yang bersandar karena pahanya mengangkang semakin lebar, aku pun berusaha mencari posisi yang enak.Sambil menindih paha kirinya, wajahku membenam di selangkangan menjilati lipatan pangkal pahanya dengan bernafsu, dan tangan kiri tetap bebas menjelajahi liang kemaluannya. Pinggulku mendekat ke tubuhnya untuk memudahkan ia meraih batangku. Soal 'keamanan lingkungan' sepenuhnya kupercayakan kepada Niki yang dapat memandang sekeliling. Dengan gemas tangan Niki meraih tonggakku yang semakin tegak mengeras.Jari-jarinya yang halus dan dingin segera menjadi hangat ketika berhasil menggenggam batang itu. Ketika pangkal paha Niki mencuat semakin terbuka, ciumanku mendarat di pinggiran bibir vaginanya. Ciuman pada vaginanya membuat Niki bergetar.Ketika lidahku yang menjelajahi bibir kemaluan menggelitik kelentitnya, Niki semakin mengasongkan pinggulnya.Lalu.., tiba-tiba ia mengerang, kaki kanannya terlipat memiting kepalaku dan tangannya mencengkeram pangkal leherku, mendesakkan mulut vaginanya ke bibirku, dan mengejang di situ. Niki orgasme! Niki menyandar lemas di tiang pagar.Tapi itu tidak berlangsung lama, segera didorongnya tubuhku telentang dan dimintanya merapat ke dinding bambu. Aku mengerti yang dimauinya, aku tahu orgasmenya belum tuntas, tapi aku masih ragu.Semula aku hanya ingin menawarkan kenikmatan lewat lidah dan jariku, tapi kini telanjur Niki ingin lebih. "Kamu oke, Ki..?" tanyaku. Ia mengangguk. "Aman..?" lanjutku sambil memutar biji mataku berkeliling. Ia kembali mengangguk."Ayo.. sini..!" kataku memberi kode tapak tangan menyilang, Niki langsung mengerti bahasa kami masa pacaran. Ia mengangkang di atas badanku, jongkok membelakangiku dan kembali menghadap ke restoran. Ia mengangkat rok dan memundurkan pinggulnya hingga vaginanya tepat di mulutku. Tanganku yang menganggur merogoh saku, mengambil 'sarung' yang sudah kusiapkan, kuselipkan di tangan Niki. "Ihh, udah siap-siap yaa..?" katanya, sambil mencubit batangku. Dengan sebelah tangan bertumpu pada dinding bambu, Niki berjongkok di wajahku yang berkerudung roknya.Dengan mendesah ia menggerakkan pinggulnya, menyapukan vaginanya ke lidahku yang menjulur, kadang mendesak hidungku dengan tekanan beraturan.Tangannya sebelah lagi mengurut pelan penisku yang semakin tegang, lalu dengan susah payah berusaha memasang 'sarung' dengan sebelah tangan, gagal, malah dilempar ke lantai.Saat sapuan vaginanya di bibirku semakin kuat sementara lidahku yang menjulur sudah kebanjiran cairannya, pinggulnya ditarik dari mulutku, bergerak menuruni tubuhku ke arah selangkangan. Aku tidak tinggal diam, vaginanya yang lepas dari lidahku kurogoh, kujelajahi dengan jari-jariku.Niki semakin menggelinjang, pahanya mengangkang mengharapkan datangnya tusukanku, sementara tangannya yang menggenggam mengarahkan kemaluan itu ke liang vaginanya yang sudah berdenyut keras."Mas.. masukin yaa..!" Niki merintih sambil menarik batang kemaluanku, sementara aku masih memainkan jari di kelentit dan liangnya. "Hhh, kamu lepaass dulu.. Ini udah keras banget..!" Aku mengambil alih menggenggam tongkat.Kusentuh dan kugosok-gosokkan otot perkasa yang ujungnya mulai basah itu ke kelentit Niki. Niki melenguh. Sentuhan dengan ujung kemaluan yang lembut dan basah membuat kelentitnya serasa dijilati lidah. Napas Niki semakin terengah-engah.Setelah puas membasahi kelentit, aku pindah ke mulut vagina. Kuputar- putarkan tongkat kenikmatanku di mulut lorong Niki. Membuatnya semakin kelojotan dan medesah dengan sendu. Ia berusaha menekan tapi terganjal tangan yang menggenggam batangku. "Masukin dong Mas..!" Niki menjerit lirih.Dengan gemetar aku melepas tongkatku, topi bajaku menyentuh mulut vagina Niki.Kemudian dengan hati-hati ia mendorong pelan-pelan, sampai kepala penisku membenam di liang itu. Aku mengerang, kepala kemaluanku seakan diremas oleh cincin yang melingkari liang sempit milik Niki. "Uhh.. enak Yang..!" Niki tebeliak-beliak sambil melenguh ketika kemaluanku menyeruak masuk lebih dalam ke liang nikmatnya. Dinding vaginanya yang lembut tergetar oleh nikmat yang menggelitik karena gesekan ototku.Niki kemudian pelan-pelan mengangkat pinggul, menarik keluar batang kemaluanku. Ia mendesis panjang. Menggumam sambil menggigit bibir. Demikian pula ketika mendorong, menelan tongkatku yang kembali membenam di liang vaginanya.Niki merasakan nikmat yang tidak habis-habisnya. "Auughh.. Yang..! Teruus..!" "E.. emhh.. kamu goyyaang teruss..!"Kemudian Niki memiringkan badannya, memberi kode padaku. Ia ingin di bawah. Aku menjawab dengan mengangkat alis, sambil mata berkeliling.Ia mengangguk, artinya aman. Lalu, tanpa mencabut batangku, Niki berbaring pelan-pelan dan aku bangkit bertumpu pada palang dinding bambu. Dari sela-sela krey, di restoran tampak dua orang sedang asyik nonton TV membelakangi saung kami.Niki berbaring miring menghadap dinding pagar. Sebelah kakinya melonjor di lantai, sebelah lainnya mengait di palang bambu. Tanganku pindah memainkan klitoris, sementara batang kemaluanku keluar masuk di liang vagina Niki.Membuat birahi kami semakin menggelegak. Birahi yang makin memuncak membuat Niki dan aku terhanyut, tidak memperdulikan apa-apa lagi. Niki kini telentang, ia meraih bantal untuk mengganjal pantat, memudahkan kocokan batang penis di liang vaginanya.Pinggul Niki dengan lincah berputar-putar, sementara aku semakin cepat mengayunkan pantat, menyebabkan gesekan penis dan vagina semakin terasa mengasyikkan. Tiba tiba Niki menegang. Pinggulnya menggelinjang dengan hebat.Matanya terbeliak dan tangannya mencakari pahaku dengan liar. Gerakannya semakin tidak beraturan, sementara kakinya membelit di pantatku. "Akh.. cepetaan.. Yang..!" Niki mendesah-desah. "Gila.. enaak banget..!" Ketika suatu desiran kenikmatan menyiram menjalari sekujur tubuhnya, ia menggelepar."Akuu.. keluaar.. laagii.. Yang.. kkamu..!" Cakaran itu sama sekali tidak menghentikan gerakanku yang tengah menikmati remasan-remasan terakhir vagina Niki di kepala dan batang kemaluanku. Aku pun hampir mencapai orgasme. Lalu, "Uhh.. aku keluaar Nik..!" Aku mengocok dengan cepat dan menggelepar- gelepar tidak beraturan. Gerakan yang membuat Niki semakin melambung- lambung. Kemudian, kami berdua mengejang dengan saling mendesakkan pinggul masing-masing.Puncak birahi Niki menggelegak saat aku menumpahkan puncak kenikmatanku dalam-dalam membenam di vagina Niki yang meremas-remas dengan ketat, bersama semburan cairan kentalku. Beberapa saat kemudian, kami saling memandang dengan diam. Diam-diam pula kami gantian ke kamar mandi membersihkan sisa-sisa tisyu, menghabiskan makan dengan cepat (dan ternyata tidak habis). Sambil makan aku hanya bilang, "Nik, kalau ada apa-apa semua tanggung jawabku." Niki tidak menjawab hanya tersenyum, menggenggam tanganku erat sambil tersenyum penuh kasih. Dalam perjalanan kembali ke kantor kami tidak banyak bicara.Hanya saat berpisah ia berbisik, "Terima kasih, aku bahagia. Tapi tolong lupakan..!"
Di Kantor Sejak peristiwa di saung itu aku berusaha untuk bersikap biasa, dia juga. Kami masih kerja bersama, makan siang sama-sama dan bercanda seperti biasa, terutama di depan teman-teman. Tapi kami menghindari percakapan yang lebih personal, apalagi membicarakan peristiwa itu. Kuat juga usahaku untuk melupakan hal itu, tapi yang ada aku makin sering melamunkannya. Membayangkan desahan dan rintihannya, gelinjang-gelinjangnya, terutama remasan liang nikmatnya di penisku. Aku tidak dapat melupakannya! Semakin hari aku semakin tersiksa oleh bayangan Niki. Setiap kali lengan kami bergesekan, dan ini tidak dapat dihindarkan karena memang selalu bersama, getaran birahi menjalari tubuhku, dan berujung di selangkanganku yang mengeras. Ia sendiri nampaknya biasa saja.Suatu ketika dengan cuek ia menggayut di lenganku saat menaiki undakan ke kantin, burungku langsung menggeliat. Sesudahnya saat memesan makanan, sambil berdesakan ia menempelkan dadanya di lenganku.Aku langsung berkeringat, berusaha untuk tetap tenang ngobrol dengan yang lain di meja makan. Perlu setengah jam untuk 'menenangkan' burungku. Sampai suatu hari, ia datang ke tempatku. Ruangku terbagi atas kotak bersekat setinggi dada.Setiap kotak berisi meja dan komputer untuk satu orang, yang kalau duduk tidak kelihatan, tapi kalau berdiri kelihatan sampai dada. Selain itu ada satu kotak yang agak besar berfungsi untuk ruang rapat, letaknya di ujung dan selalu sepi kecuali ada meeting. Ia menghampiriku saat aku sedang sendiri di ruang rapat. "Yang, nanti bantuin yaa. Aku mau ngelembur." Panggilan 'Yang' membuat darahku berdesir. "Boleh. 'Bor'-nya sapa yang mau dilempengin." Aku melempar canda biar agak santai.Istilah 'ngelembur' oleh orang kantoran seringkali dipanjangkan sebagai 'nglempengin burung'. "Nglempenginnya sih kamu buka internet aja. Aku sih bagian nglemesin..!" sahutnya cuek, sambil duduk di meja rapat, tepat di depanku.
Darahku berdesir, langsung kontak ke selangkangan dan mengeras. Aku menengok ke pintu masuk. Dua orang temanku sedang ngobrol asyik sekitar lima kotak dari tempatku, yang lain sedang keluar. "Lagi sepi..!" katanya, menebak arah pandanganku.Lalu ia mengalihkan pandangannya ke bawah, arah celanaku. "Tuuh.. lempeng..!" ia terkikik sambil menyentuh dengan kakinya. Untuk menetralisir, aku duduk di kursi sambil melonggarkan bagian depan celanaku."Sorry, aku nggak bisa ngelupain kamu," kataku sambil mencari posisi yang nyaman. "Memangnya aku bisa..?" jawabnya. Ia membuka pahanya sedikit sehingga aku makin blingsatan, memutar-mutar kursi yang kududuki sambil mengerakkannya maju mundur. "Sini dong maju, aman kok..!" Aku memajukan kursi hingga pahanya tepat di depanku. Tidak menyia-nyiakan tawaran yang kuimpikan siang malam, tanganku dengan gemetar mulai merayapi pahanya, tapi Niki menahannya."Sstt.. tunggu..!" ia mendorongku, lalu turun dari meja. Niki menempelkan pantatnya di pinggiran meja setelah roknya disingkapkan sebatas pinggul. "Biar gampang nutup kalo ada orang." katanya. Niki memang brilian dalam merancang 'pengamanan'.Tanganku kembali menyusuri paha Niki, dengan berdebar-debar merayap terus ke dalam. Niki mulai mendesah, mengepalkan tangannya. Bibirku menciumi lututnya, dengan lidah kujelajahi sisi-sisi dalam pahanya hingga tanganku mencapai pangkalnya.Jariku menyusuri pinggiran CD-nya, tapi aku menyentuh bulu halus, celah basah, benjolan kecil, aku penasaran, kurenggangkan pahanya. Ternyata CD-nya dibolongi persis di sekitar vagina, terang saja jariku langsung menyentuh sasaran."Bolong..," aku berbisik. "Iya, biar gampang dipegang," jawabnya. "Kenapa nggak dilepas aja..?" "Keliatan dong, 'kan nyeplak di luar. Kalo gini 'kan, kayaknya pake tapi bisa kamu pegang." ia menjelaskan, lagi-lagi brilian! Aku mulai menggosok klitorisnya, sementara liangnya sudah semakin basah.Niki mengangkangkan vaginanya, pahanya diangkat menopang di meja, kakinya sedikit jinjit. Dengan hati-hati lidahku kuselipkan di celah labia mayoranya, menyapu klitorisnya berulang-ulang. Jariku yang sudah basah oleh cairannya kubenamkan pelan-pelan di liangnya, kuputar-putar mencari 'G-Spot'-nya. Saat kutemukan, G-spot- nya kugosok lembut dengan jari tengah, sementara dari luar lidahku memainkan bagian bawah klitoris.Tidak lama Niki langsung mengejang, menggenggam rambutku kencang. (Saat kami pacaran, aku belum tahu G-spot) "Yang.. udaah..!" ia berbisik, memberikan saputangan untuk membersihkan jari, mulutku, dan liangnya, sekalian buat mengganjal celana bolongnya biar tidak netes-netes. Tiba-tiba pandangan Niki berubah serius, dilanjutkan dengan omongan yang tidak jelas. "Soalnya yang aku print kok laen sama yang dipegang bossku." Aku bingung tapi langsung menimpali, "Yang punyaku bener kok.." kataku sambil berdiri. Benar saja, cewek-cewek Biro tempatku baru saja masuk ruangan."Ya udah, nanti dikopiin lagi aja," lanjutnya sambil berjalan keluar, "Terus yang ini jangan lupa disiapin.." saat melewatiku, tangannya menjulur meremas bagian depan celanaku. Niki sempat ngobrol dulu dengan teman-temanku.Berbasa basi, lalu kembali ke ruangannya. Rasanya lama sekali menunggu sore. Jam 5 kantor bubar. Aku naik ke tempat Niki yang satu lantai di atasku. Niki sudah menunggu di ruangannya lalu mengajakku ke ruang komputer yang terletak di sebelah.Ia harus menyusun undangan seminar dari boss Hongkong-nya. Kubuatkan program konversi daftar client dari database ke format txt untuk di- merge dalam undangan, sementara Niki melakukan check ulang data undangan.Jam 7 malam satpam datang mengontrol seperti biasa. Niki memberitahu bahwa ia masih pakai ruang komputer sampai jam sembilan. Aku sendiri makin asyik dengan programku, tidak menyadari kalau Niki sudah menghilang dari sebelahku.Sadarnya waktu HP-ku berbunyi, ternyata Niki telpon dari ruangannya di sebelah. "Sini dong Mass..!" ia berbisik, membuat darahku kembali berdesir mengalir ke selangkangan. Aku meng-execute programku lalu bergegas ke sebelah.Ruang di seberangku masih terang, tapi tempat Niki sudah gelap. Aku ragu-ragu, kucoba membuka ruang Niki, ternyata tidak terkunci, aku masuk langsung menutup pintu. "Dikunci aja.." terdengar suara Niki berbisik lirih.Ruang itu terbagi jadi ruang pertama tempat Niki biasa duduk, ruang tengah untuk meeting, terus ruang ujung tempat bossnya. Aku mengunci pintu terus menghampirinya di ruang tengah, tempat bisikan itu berasal.Dalam keremangan kulihat Niki duduk di meja meeting nyaris telanjang, hanya tersisa CD-nya. "Buka baju Sayang, terus naik sini..!" Niki menyapa dengan lembut, sapaan yang membuat birahiku menggelegak.Niki duduk memeluk lutut kirinya yang ditekuk menopang dagu. Kaki kanannya terlipat di meja seperti bersila. Di bawah cahaya lampu yang lemah menerobos dari luar, sosok Niki bagaikan bidadari yang sedang menanti cumbuan cahaya bulan. Aku berusaha tenang, membuka baju, sepatu, celana, lalu dengan berdebar melangkah keluar dari onggokan pakaian dan menyusul naik ke atas meja.Niki membuka tangannya, lutut kirinya juga rebah membuka. Aku mengusap pipinya dengan halus saat jari Niki menjelajahi leherku pelan, lalu dada, lalu naik mengelus lenganku, pelan dan lembut menyusuri bagian dalam lenganku ke arah ujung jari. Digenggamnya jari-jariku, dikecupnya lalu dibawa ke leher, dada, mendekapnya sesaat. Lalu.. tiba-tiba aku telah terbenam dalam dekapannya.Dadanya yang bulat penuh menekan, memberikan kehangatan yang lembut ke dadaku, kehangatan yang menjalar pelan ke bawah perut. Tanganku mengusap punggung dan rambutnya, lalu entah gimana mulainya, tiba- tiba saja aku sudah menciumi lehernya.Kukecup hidungnya, keningnya, telinganya, Niki menggelinjang geli. Kusodorkan bibirku untuk meraih mulutnya, ia merintih lirih dan merangkulku sambil mulutnya bergeser mencari bibirku, lalu kami berpagutan dengan lahap bagaikan kelaparan.Pelukan dan ciuman ini yang sebenarnya paling kurindukan, yang tidak dapat dilakukan saat di saung atau di ruanganku. Cinta dan ketulusannya kini dapat kurasakan lewat peluk dan ciumannya. Niki terpejam manja saat kujelajahi mulutnya dengan lidahku, bibirnya langsung menyedot dan melumat lidahku dalam-dalam. "Oohh, Yang..!" Niki mengeluh saat tanganku mulai merayapi tubuhnya, bermain di sekitar puting susu, turun ke perut menyelusup ke CD-nya. Masih dalam pelukan ia merebahkan badan di meja dengan dialasi jasnya si Hongkong.Setelah rebah berdampingan kami mengendorkan pelukan, membebaskan tangan agar lebih leluasa. Kami saling menyentuh bagian-bagian sensitif yang masing-masing sudah sangat hapal. Niki memejamkan mata menikmati sentuhan-sentuhanku, sementara jarinya mengurut lembut batang penisku, dari pangkal ke atas, memutari helm lalu turun lagi ke pangkal, membuat batangku keras membatu. "Yang..! Jilat..!" ia mendesah, aku mengerti maksudnya. Aku bangkit, lalu bibirku mulai menciumi seluruh tubuhnya, mulai dari lengan sampai ke ujung jari, kembali ke ketiak, menyusuri buah dadanya ke tangan satunya. "Yaanng, Nik kangen jilatanmu..!" Niki mengerang dan menggelinjang semakin kuat.Saat jilatanku mencapai pangkal lengannya, Niki berbalik menelungkup. Kini lidahku menyusuri pundak, Niki terlonjak saat lidahku mendarat di kuduknya, lalu perlahan menjelajahi punggungnya. Saat jilatanku mencapai pinggiran CD-nya, Niki kembali menelentang lalu sambil membuka CD-nya, lidahku pelan-pelan menyusur pinggang, perut terus ke bawah.Paha Niki membuka, menyodorkan bukit kemaluannya yang menggunduk dengan belahan merekah ke hadapanku. Melewati pinggiran gundukannya, lidahku meluncur ke samping, menjilati paha luar sampai ke jari kaki, lalu kembali ke atas lewat paha bagian dalam.Sampai di pangkal, lidahku menjelajahi lipatan paha, memutari pinggiran bulu-bulu halusnya, lalu menyeberang ke paha sebelah. Niki melenguh keras.Aku menjelajahi kedua lipatan pahanya bolak balik, kadang lewat gundukan bulu-bulunya, kadang lewat bawah liang vaginanya. Pahanya terkangkang lebar, sementara cairannya semakin membanjir. Lalu tangannya menggenggam rambutku, menyeret kepalaku dibenamkan ke tengah selangkangannya yang basah dipenuhi cairan kenikmatannya. Aku langsung menyedot kelentitnya. Niki tersentak, "Yaangg.. kamu.. nakal..!" rintihnya menahan nikmat yang menggelora.Dengan bertumpu kedua tangan, lidahku kini menjelajah dengan bebas di celah vagina, menjilati klitorisnya dengan putaran teratur, lalu turun, menjelajahi liang kewanitaannya. Niki mengejang sambil mengerang-erang."Yaang, udaah.. masukin..!" Niki mencengkeram leherku dan menyeretnya ke arah bibirnya. Aku mengambil posisi konvensional. Batangku yang sudah tegang mengeras menyentuh gerbang kenikmatan yang licin oleh cairannya.Niki tersentak saat kepala penisku menyeruak di bibir vaginanya. Kubenamkan kepala penisku sedikit demi sedikit, oh.. hangatnya vagina Niki. Dinding vaginanya mulai bereaksi menyedot-nyedot, remasannya yang selalu kurindukan mulai beraksi.Kutarik lagi penisku, pinggul Niki menggeliat seolah ingin melumatnya. Kubenamkan lagi batang penisku perlahan, Niki menaikkan pinggulnya ke atas, sehingga setengah batang penisku ditelan vaginanya.Pinggulnya diputar-putarkan sambil melakukan remasan nikmatnya. "Ooogghh, Niikk.. aduuhh..!" desahanku membuat Niki semakin semangat menaik-turunkan pinggulnya, membuat batang penisku seolah dipilin-pilin oleh liangnya yang masih sempit."Maass.. tekaann Maass..! Niikii.. hh.. nikmaatt.. sekali..!" Pinggul dan badannya semakin sexy, perutnya yang sedikit membesar membuat nafsuku semakin menjadi-jadi.Aku setengah duduk dengan bertumpu pada dengkul menggenjot penisku keluar masuk vagina Niki yang semakin berdenyut. "Creekk.. creekk.. blees.." gesekan penisku dan vaginanya bagaikan kecipak cangkul Pak tani di sawah berlumpur."Yaang, aduuhh, batangnyaa.. oohh.. Niik.. nggaak tahaan..!" Niki badannya bergetar, pinggulnya naik turun dengan cepatnya, miring ke kiri dan ke kanan merasakan kenikmatan penisku.Badan Niki berguncang-guncang keras, goyangan pantatnya tambah menggila dan lubangnya seakan mau memeras habis batang penisku. Spermaku rasanya sudah mengumpul di kepala penis, siap menyembur kapan saja, susah payah aku bertahan agar Niki mencapai klimaks lebih dulu. "Teken teruuss..! Yuu bareng keluariin Maass..!" Goyangan kami makin menggila.Aku menusukkan batang penisku setengah, dan setiap coblosan ke delapan aku menekannya dalam-dalam. Akibatnya gelinjang pantat dan pinggul Niki semakin menjadi-jadi. Sambil mengelepar-gelepar keasyikan, matanya merem-melek.Kuciumi dan kulumat seluruh wajahnya, bibirnya, lidahnya, ludahnya pun kusedot dalam-dalam. Niki mencakar punggungku keras sekali sampai aku tersentak kesakitan. Itu tandanya ia mau mencapai klimaks. Kutahan mati-matian agar aku jangan muncrat dulu sebelum ia orgasme. Tiba-tiba, "Yaanng.. oohh.. aduhh.. Niik.. keluaar.. oohh.. aduuh.. gilaa.. aahh. aahh.. uuhh.. uuhh.. uuhh..!" dia sekali lagi mencakariku, itu memang kebiasaannya kalau meregang menahan klimaks luar biasa.Aku tidak perduli punggungku yang baret-baret oleh cakarannya. Aku terus menggenjotkan penis dengan teratur sambil konsentrasi merasakan nikmat yang semakin mendesak-desak di ujung penisku. Suatu gelombang dahsyat bagaikan menyedot seluruh perasaanku menyembur dari ujung kemaluanku, memancar dalam dalam di liang vaginanya. Aku mengejang beberapa detik, lalu terkulai dalam pelukannya.Beberapa menit kami berdiam sambil pelukan, sampai batangku melemas dengan sendirinya. Aku turun dari tubuhnya. Niki turun dari meja, mengambil tisyu dan teko air dari meja si Hongkong. Lalu kami bersih-bersih organ masing-masing, kembali berciuman sambil saling mengenakan pakaian. Selesai berpakaian Niki keluar duluan mengintip, dengan kodenya aku keluar kembali ke ruang komputer, di sana satpam sudah menunggu.Kukatakan aku dari kamar mandi, dan Niki tidak tau kemana. "Kenapa..? aku dari bawah barusan.. lewat tangga." Niki muncul di pintu, memberi penjelasan. "Lho, saya juga lewat tangga.." kata satpam. "Ooo.. Naiknya sih lewat lift depan," Niki berkilah.Program transferku sudah berhenti proses. Setelah beres-beres, mematikan komputer, AC, dan lainnya, aku, Niki dan satpam turun. Kuantar Niki sampai mobilnya. "Thank's yaa.." kataku. Ia mengedipkan mata, "Sama-sama.." katanya.
Tamat
Read More

Airin, Istri Temanku

Diposting oleh Unknown

Hendro adalah suami Airin sahabat istriku dia baru pulang dari LA dan kebetulan adikku titip barang buatku, sudah hampir 10 hari Airin menilponku untuk mengambil barangnya tetapi aku masih belum sempat juga, sampai tadi pagi Hendro sendiri yang meneleponku, aku jadi sungkan maka kuputuskan untuk mengambilnya siang ini.
Rumah Hendro yang di Kemang ini letaknya agak ujung meski demikian, halaman rumahnya sangat luas dan menyenangkan sekali. Ketika aku sampai dirumahnya, tak kulihat Mercy Hendro yang biasanya parkir digarasinya. Yang ada hanya BMW putih milik Airin serta sebuah jip Pajero yang diparkir agak jauh dari halaman. Dengan bersiul siul aku turun dari mobil dan menuju pintu masuk rumah Hendro, kulihat pintu itu tertutup dan tak seorangpun yang nampak. Kupencet bel dipintu, tapi tak seorangpun yang keluar, bila ada mobil didepan, berarti mestinya ada orang didalam rumah itu, aku menduga pasti Airin sedang sibuk dikamarnya sehingga tak mendengar kedatanganku. Karena sudah seringkali berkunjung jerumah ini, maka aku langsung saja menuju pintu belakang untuk mencari orang yang ada dirumah, karena Hendro sudah bilang kalau dia atau Airin tak ada, maka paketnya akan dititipkan pada yang dirumah. Benar dugaanku, pintu belakang terbuka, tetapi didalam senyap sekali, hanya sayup sayup kudengar suara musik dari dalam. Aku jadi kuatir, apakah terjadi sesuatu dengan Airin, dengan pelan pelan aku masuk dan mencari sumber suara itu. Rupanya suara itu datang dari salah satu kamar diruang atas, maka aku segera naik keatas yang kuketahui sebagai kamar pribadi Hendro dan Airin.Dengan langkah pelahan aku menuju sumber suara musik yang lembut itu, kulihat pintunya tidak ditutup rapat sehingga suara musik itu dapat terdengar sampai diruang bawah. Ketika kuintip dari celah pintu yang terbuka, aku tak dapat melihat apa apa, karenanya aku mendorong pintu itu lebih lebar lagi agar aku dapat melihat apa yang ada dalam kamar itu……..
Aku benar benar terkejut ketika aku berhasil melihat kedalam kamar itu….kulihat Airin yang telanjang bulat sedang berpelukan dengan seorang pria yang masih berpakaian lengkap. Aku belum dapat melihat wajah si pria, tetapi dari bentuk badannya dapat kuperkirakan bahwa pria ini masih sangat muda dan berperawakan tinggi. Pria itu asyik sekali menciumi buah dada Airin yang putih montok itu, aku berdebar debar menyaksikan semua ini, tak kusangka bahwa Airin yang selama ini kelihatannya alim ternyata suka menyeleweng, memang selama ini aku sering juga membayangkan kecantikan Airin, tubuhnya tinggi besar dengan profil seperti perempuan India, kulitnya putih bersih dengan badan yang agak sedikit kegemukan, tetapi wajahnya cantik sekali dengan mata yang sayu dan bibir yang selalu basah, cantik sekali. Apa yang kulihat saat ini membuktikan kalau seleraku pada Airin tidak keliru, badan Airin benar benar mulus, meskipun perutnya agak gendut dan pinggangnya lebar, tetapi jembutnya amit amit lebat sekali menutupi nonoknya sampai mencapai pusarnya, belum lagi ketiaknya rimbun sekali. Si pria itu dengan telaten menciumi buah dada Airin serta meremas remasnya dengan kalem sekali, dari jauh kulihat lidahnya menjulur julur menjilati puting susu Airin dan terus bergerak kebawah sampai kepusar Airin, diantara suara musik kudengar erangan Airin yang merasa keenakan dengan rangsangan yang diberikan oleh pria muda itu.
Aku mengagumi ketelatenan pria itu, karena ia benar benar kalem, karena semua gerakannya yang serba tenang itu pastilah membuat Airin jadi tambah bernafsu. Ketika ciuman sipria itu mencapai bagian selangkangan Airin, kudengar Airin merintih agak keras, rupanya sipria itu mulai menjilati nonok Airin yang sudah merekah penuh dengan cairan itu. Jilatannya sungguh membuat aku terkagum kagum, ia dengan tenang mengangkat kedua kaki Airin tinggi tinggi sehingga nonok Airin jadi terangkat keatas, kemudian pria itu mengambil bantal dan mengganjalnya dibawah pantat Airin. Dengan posisi seperti itu ia mulai menjilati belahan nonok Airin sampai kelubang dubur Airin. Airin kulihat hanya bisa menggerak gerakkan pantatnya saja, rupanya ia benar benar kegelian oleh service yang diberikan oleh sipria itu. Mendadak Airin berusaha untuk bangkit, si priapun lalu mendekati Airin yang membisikkan sesuatu ketelinganya. Mendengar itu sipria yang ternyata seorang anak muda dengan wajah yang tampan sekali lalu tersenyum dan mulai membuka pakaiannya. Aku jadi tambah kagum dengan anak muda yang bersama Airin ini, karena ternyata kontolnya juga hebat meskipun kuperkirakan tidak sepanjang kepunyaanku, tetapi bentuknya kekar dan ujungnya yang pelontos kelihatan lebih besar dari batang kontolnya sehingga menyerupai jamur. Begitu ia sudah telanjang dengan  kontol ngaceng yang mendongak keatas,ia segera mendekati Airin yang sudah berbaring terlentang itu, kemudian ia mendekatkan kontolnya kedekat wajah Airin sementara ia sendiri mendekatkan wajahnya kedekat nonok Airin.Dengan posisi tersebut keduanya bebas untuk saling menikmati alat kelamin pasangannya. Benar saja, dengan rakus Airin memasukkan kontol sipria tadi kemulutnya dan menghisapnya sambil memejamkan mata, sementara sipria kembali lagi asyik dengan menjilati nonok Airin yang menganga itu. Aku lebih tertarik dengan cara sipria itu menjilati nonok Airin, karena kulihat lidahnya yang panjang itu menjulur masuk kedalam liang nonok Airin dan bukan sekedar menjilati tepi tepi nonok Airin yang sudah membengkak itu. Kulihat itil Airin justru dibiarkannya menganggur sehingga kadang kadang justru Airin yang mengulurkan tangannya untuk menggosok itilnya sendiri. Benar benar hebat anak muda itu, kontolnya yang lurus itu dengan lancar masuk kedalam mulut Airin dan ketika dikeluarkan, Airin menarik kulitnya kebawah sehingga ujungnya yang seperti topi baja itu terbuka lebar, dengan guratan yang dalam memisahkan ujung kontol dengan batangnya. Dipusat rasa geli itulah Airin menjulurkan lidahnya dan menjilatinya berulang ulang sampai sipria itu menggeliat geliat menahan geli. Aduh betul betul gila yang dilakukan orang orang ini, aku sudah tak kuat menyaksikan semua ini, kontolku yang ngaceng sampai terasa sakit karena terjepit celanaku, tetapi aku tak dapat berbuat apa apa kecuali melihat saja. Hebatnya mereka betul betul menikmati permainan pendahuluan ini, karena sampai sebegitu lama belum kelihatan gelagatnya mereka akan mulai bersetubuh yang sebenarnya. Aku makin yakin kalau Airin adalah seorang hyperseks, aku merasa benar benar kecolongan, karena tak pernah kusangka kalau Airin begitu hot dan akhli dalam hubungan seks. Isteriku yang selama ini kuanggap jago, ternyata masih belum ada seujung kuku dibanding dengan Airin, padahal bila dilihat dari posturnya, maka isteriku adalah seorang seks maniak, karena isteriku agak bungkuk dan aku diam diam juga tahu kalau isteriku juga suka main dengan pria lain, tetapi selama ini aku diam saja karena teman mainnya rata rata orang yang dari kalangan atas dan aku yakin kemampuan mereka tidak diatasku. Kenapa isteriku kok mau main main dengan mereka, penyebabnya hanya satu, isteriku juga menyukai avontuur, jadi hubungan seks yang sifatnya curi curi itu sangat disukai oleh isteriku. Akupun juga suka seks seperti ini, tetapi sampai saat ini aku dan isteriku belum pernah saling terbuka, mungkin kalau kami bisa terbuka maka makin banyak kenikmatan yang bisa aku reguk.Lamunanku jadi buyar ketika kulihat Airin berdiri sambil melap nonoknya dengan sehelai handuk, sementara si pria itu berdiri juga disampingnya sambil memperhatikan semua gerakan Airin. Selesai membersihkan nonoknya Airin berjongkok didepan sipria dan mulai lagi mengulum kontol si pria itu, dari kejauhan kulihat si pria memegang kepala Airin yang sudah menelan habis batang kontolnya itu. Rupanya Airin hanya sekedar membersihkan kontol sipria itu agar tidak berlendir karena setelah itu ia mengeluarkan kontol si pria itu dan langsung memeluk sipria sambil berdiri serta mengangkat kaki kirinya keatas tempat tidur. Dengan posisi seperti itu, si pria muda menggenggam kontolnya sendiri dan menepatkannya diantara selangkangan Airin, setelah dirasakan sudah masuk Airin langsung mengangkat kedua kakinya dan melingkarkan kepantat sipria sementara dari belakang kulihat kontol sipria itu lenyap diantara selangkangan Airin. Dengan sambil memegang pantat Airin dan Airin merangkulkan tangannya dipundak keduanya asyik berciuman. Aku benar benar tak tahan, aku pergi menjauh dari kamar itu dan mengeluarkan handphone untuk menghubungi Airin dikamarnya itu, aku sudah benar benar nekad ingin ikut nimbrung dalam permainan itu, dan aku sudah tidak memikirkan akibatnya lagi,rasanya apapun yang terjadi aku akan hadapi yang penting ngacengku ini bisa hilang.Dari kejauhan kudengar tilpon Airin berdering, tetapi tidak juga diangkat, aku yakin bahwa Airin sedang menguber kenikmatan jadi dia agak acuh dengan dering tilpon itu, tetapi aku tak mau kalah aku juga terus menunggu… Akhirnya telepon itu diangkat juga, jantungku dag dig dug karena tegangnya, "Hallo….siapa ya ?" kudengar suara Airin yang agak serak dan mendesah. Aku yakin Airin menerima tilponku itu sambil terus bersetubuh, " Airin ya…ini aku Roy, kenapa sih kok lama menerimanya ?" "Oh Roy, maaf aku sedang dikamar mandi, ada apa Roy, apa kamu mau ambil paket dari LA ?" Dalam hati aku tertawa mendengar kebohongan Airin itu, "Nggak Rin, kok rasanya suaramu aneh sepertinya kamu sedang menikmati sesuatu gitu lho" Sambil berbicara begitu aku kembali mendekati pintu kamar tadi, ketika kuintai benar dugaanku, tubuh Airin masih bersatu dengan tubuh sipria itu, tetapi sekarang posisinya lain, sipria itu berbaring sementara Airin duduk dipangkal pahanya, aku yakin bahwa saat itu kontol sipria terbenam dalam nonok Airin. Mendengar perkataanku Airin tertawa " Menikmati apa Roy ?" Barangkali aja kamu sedang main dengan Hendro ya ?" Airin tertawa dan berkata lagi "kamu ini ada ada saja Roy", aku lalu menjawab dengan agak berbisik " Rin, aku sebenarnya sudah dalam rumahmu, aku sudah lihat kamu main main sama cowok dikamarmu, aku sekarang nunggu kamu dikamar sebelah, cepetan deh" Tanpa menunggu jawaban Airin, tilpon kututup dan aku masuk kekamar sebelahnya dan menunggu dengan berdebar debar.Lebih dari lima menit Airin tidak juga kunjung muncul, aku jadi berpikir apakah dia menyelesaikan hajatnya terlebih dahulu ataukah dia lagi bingung menyuruh sicowok itu untuk pergi. Tapi aku yang sudah terangsang nggak karuan ini langsung aja mencopot celana panjangku dan dengan separuh telanjang karena bajuku masih kupakai aku duduk dikursi sambil mengelus elus kontolku yang rasanya jadi tambah panjang dari biasanya itu. Saat itulah pintu kamar terbuka dan Airin masuk kekamar itu, wajahnya pucat pasi dan gemetaran, Airin hanya memakai duster yang kelihatan sekali kalau didalamnya dia tak memakai apa apa, karena kulihat susunya bergerak gerak ketika ia berjalan. Airin dengan wajah pucat mencoba untuk tersenyum melihat aku yang separuh telanjang itu. Tanpa banyak bicara aku langsung berdiri dan mendekati Airin, aku langsung merangkul Airin dan menciumnya. Airin diam saja, entah karena perasaan takut atau bagaimana, aku tak perduli aku langsung membuka dusternya sambil bertanya, "Dimana anak tadi Rin ?" Airin tak menjawab, begitu duster Airin terbuka benar dugaanku Airin tak memakai apa apa dibalik duster itu, aku langsung mengulum pentil susunya yang coklat itu dan tangannya kubimbing agar memegang kontolku yang panas itu. Airin tetap diam saja, kudorong Airin keatas tempat tidur yang ada dikamar itu dan begitu ia sudah terbaring langsung kukuakkan pahanya dan kucobloskan kontolku.Tiba tiba saja Airin berkata "Roy apa cukup masuk dipunyaku, hati hati lho " Aku membatalkan untuk memasukkan kontolku langsung, lalu aku mengambil ludah dengan jariku untuk kuoleskan keujung kontolku, setelah kulihat basah dan licin barulah kumasukkan lagi diantara bibir nonok Airin yang membengkak itu. Kulihat Airin memejamkan matanya sambil menggigit bibir, sekali sentak kontolku amblas masuk kedalam liang nonok Airin. Saat itulah Airin merintih dan secara refleks tangannya memelukku, kubalas pelukannya dan kucium bibir Airin yang tebal dan merekah itu, sengaja aku membiarkan kontolku mentok terbenam didasar nonoknya karena aku menunggu agar dia yang menggoyangkan pantat untuk merasakan enaknya kontolku, aku hanya menciumi dan menggigiti bibirnya sambil tanganku meremas remas susunya yang kenyal dan montok itu, benar saja tak lama kemudian mulai kurasakan goyangan pantat Airin berusaha untuk menepatkan ujung kontolku dibagian yang paling sensitif didalam nonoknya, awalnya pelan pelan kurasakan ujung kontolku digosok gosok dinding rahim Airin, lama kelamaan gosokan itu makin keras dan akhirnya menggila karena Airin yang sudah hilang sungkannya sekarang benar benar menggoyang pantatnya agar supaya terasa nikmatnya, aku sendiri begitu melihat Airin sudah bereaksi langsung kupacu kontolku dengan gerakan memutar juga untuk mengimbangi Airin, seperti dugaanku, nonok Airin tidak terlalu peret, bahkan boleh dikatakan longgar, namun nikmatnya berpetualang menyebabkan persetubuhan ini benar benar terasa lain, apalagi Airin sangat pandai membuat ujung kontolku seperti digerus setiap kali mentok didasar nonoknya. Kami sama sekali tak ada niatan untuk berganti posisi karena yang kami kejar hanyalah puncak kenikmatan yaitu memancarnya air mani kami secara bersamaan.Suara kontolku yang keluar masuk diliang berkecipak karena liang Airin sudah penuh dengan lendir yang membuat liang Airin jadi becek nggak karuan. Airin sendiri yang sudah seperti orang kesurupan tanpa sungkan menjilati dadaku dan kadang kadang menggigit pundakku, rasa geli yang mengumpul diujung kontolku membuat aku jadi tak tahan lagi, dengan melenguh keras kusemprotkan air maniku sementara itu Airin sendiri juga mencengkeram pundakku dan menjepitkan kedua kakinya kepahaku, dia juga mencapai puncak kepuasannya.Kubiarkan saja Airin yang kelelahan terbaring lemas sambil memejamkan matanya, kuperhatikan cuping hidungnya penuh dengan bintik keringat, wajahnya yang cantik membuat penampilannya sangat anggun, aku tak tahu apa yang terjadi dalam rumah tangganya, apakah Hendro tahu semua ini, dan mengapa Airin begitu berani memasukkan laki laki disiang hari bolong seperti ini, kenapa tak ada yang dikhawatirkannya, aku menduga pasti ada sesuatu yang misterius dirumah ini, tetapi aku tak perduli, karena urusanku hanyalah dengan Airin sendiri dan kalau boleh dikatakan lebih khusus lagi dengan nonok Airin yang membuat birahiku jadi naik itu. Ketika membuka matanya, wajah Airin langsung merona merah, dia sangat malu kepadaku dengan semua ini katanya "Roy, kamu jangan bilang pada Hendro ya, aku malu sekali lho" Aku tak menjawab hanya kucium bibirnya yang tebal dan merangsang itu. Airin berkata lagi " Tak nyana lho Roy kalau kamu mendadak muncul, bikin aku jadi kaget sekali " "Roy kapan kapan kita keluar saja ya, apakah Novie juga mengerti kalau kamu jagoan seperti ini ?" Aku hanya tersenyum saja " Ayo deh aku pulang dulu ya, entar kalau Hendro datang bisa gawat nich, kemana cowok tadi Rin ?" Airin menjawab kalau cowok tadi sudah disuruhnya pulang. Airin langsung berdiri dan memakai dusternya serta mengantarku kedepan. Aku sengaja tak mau bertanya macam macam, tetapi aku percaya bahwa Airin juga tahu kalau Hendro juga suka main perempuan jadi scorenya draw. Aku menaiki mobilku sambil tersenyum sendiri karena teringat akan pengalamanku sendiri dengan Novie isteriku…
Tamat
Read More

Perselingkuhan Di Siang Hari

Diposting oleh Unknown

Malu sebenarnya aku untuk menceritakan ini tapi aku benar-benar merasakan kenikmatan yang luar biasa dari pengalaman yang satu ini. Tak tahan rasanya kalau terus-menerus dipendam sendiri saja. Aku seorang ibu rumah tangga Melayu yang tinggal di daerah Gombak, di sebelah Utara Kuala Lumpur. Usiaku 26 tahun. Kami sudah berumah tangga selama dua tahun tapi sampai saat ini belum dikaruniai anak. Suamiku bekerja di sebuah perusahaan perhutanan.
Hari itu hari Jumat di tahun 2006. Sebelum pergi kerja paginya suamiku bilang kalau dia akan singgah di rumah untuk makan siang sebelum outstation petangnya. Dia minta saya masak untuk dia dan beberapa kawannya.
Pukul 12.30 tengah hari suami saya sampai di rumah dengan Trooper kantor. Bersama dia ada 4 orang lagi. Semuanya katanya kawan sekantor yang harus pergi outstation.
“Mau makan dulu, Bang?” tanyaku.
“Ah, nantilah, dik… sekarang sudah telat. Harus pergi sembahyang Jumat dulu. Balik sembahyang nanti, baru makan,” kata suamiku.
Sehabis makan nanti mereka mau terus berangkat ke Penang. Dari empat orang, salah seorangnya tak pergi sembahyang Jumat sebab dia Hindu. Namanya Balan. Orangnya jangkung kurus dan hitam. Kumisnya cukup tebal. Di pergelangan tangannya melingkar gelang seperti layaknya orang India. Jadi dia ini menunggu di rumah. Balan menonton TV di depan sambil duduk atas sofa.
Tak lama setelah suami dan ketiga orang kawannya pergi ke masjid, Balan minta kain handuk padaku karena mau buang air katanya.
Kuberikan handuk padanya, lalu kuteruskan kerja mencuci piring.
Waktu Balan keluar dari kamar mandi, entah bagaimana kain handuknya tersangkut pada kursi makan tepat di belakangku sehingga terjatuh bersama kursi. Brukkkkkk!!!! Aku terkejut dan spontan melihat ke arahnya. Aku langsung terdiam terpaku begitu melihat batang Balan yang besar dan hitam berkilat. Tak potong. Aku tertegun…. karena tak pernah melihat senjata lelaki sebesar itu sebelumnya.
“Maaf Kak,” kata Balan memecah kesunyian.
Sambil sedikit gemetar kuambil handuknya yang terjatuh di dekatku dari lantai dan perlahan kuberikan kembali kepada Balan. Entah bagaimana waktu aku menyodorkan handuk itu tiba-tiba Balan menarik dan menciumku. Aku mencoba lari tapi dia terus memelukku.
“Maaf sekali lagi Kak, saya suka sama akak punya body…akak jangan marah, saya tak tahan.”
Balan merayu diriku yang kini sudah berada dalam dekapannya. Dijelaskannya kenapa ia begitu bernafsu melihatku. Aku baru sadar kalau sejak datang Balan sudah mengamati tubuhku yang memang tak memakai pakaian dalam dan terpatri cukup jelas melalui baju kurung sutra dengan corak polos dan warna terang yang kupakai. Ia juga rupanya mengamati kulitku yang putih bersih dan wajahku yang kata orang memang cantik walaupun sebenarnya aku mengenakan tudung.
Tak panjang-panjang lelaki India itu bercerita, Balan kembali menciumiku dengan penuh nafsu…. rasanya merinding. Aku begitu terpana dengan kejadian yang cepat itu dan tak berdaya menampik serangan-serangannya. Handuk itu pun terlepas dari tanganku. Balan ternyata sangat pandai memainkan kedua putingku yang masih berada di balik baju. Salahku juga yang tak memakai BH saat itu. Sebenarnya celana dalam pun aku tak pakai, walaupun aku memakai baju kurung dengan tudung….
Aku pun tak tahu apakah aku harus marah kepadanya. Walaupun jelas ia tak bisa menahan nafsunya terhadap diriku tapi tadi ia berkali-kali berkata minta maaf padaku. Juga dari caranya menciumi diriku, seperti layaknya seorang yang sangat merindukan kekasihnya. Begitu hangat dan penuh perasaan. Terus terang aku jadi mulai terhanyut.
Balan rasanya bisa melihat kalau aku mulai kepayahan dan tak berdaya menolaknya. Ia pun semakin gencar mengulum bibirku sehingga aku tak mampu berkata-kata. Sementara tangannya bergerilya ke sekujur tubuhku.
Aku merasa semakin merinding sebab Balan mulai memasukkan tangannya ke dalam kainku. Tubuhku serasa bergetar dengan hebatnya. Sebenarnya sudah 18 hari saat itu aku tak bercinta dengan suamiku. Tak tahu apa sebabnya suamiku jarang mau bersetubuh denganku.
Karena itu sebetulnya dalam hati aku merasa amat tersanjung bertemu dengan lelaki yang langsung ingin menyetubuhiku padahal kami baru saja bertemu beberapa menit yang lalu. Apalagi yang mau disetubuhinya itu adalah istri teman sekerjanya sendiri dan kami hanya punya waktu yang singkat saja. Begitu besar risiko yang harus ditempuhnya hanya untuk menyalurkan hasratnya kepadaku. Tiba-tiba aku merasa sangat bergairah.
Balan tampak senang mengetahui aku tak memakai celana dalam. Dimain-mainkannya kelentitku dengan lihainya. Aku serasa terbang ke awang-awang. Di dalam pelukannya, aku membiarkan dia mempermainkan jemarinya di vaginaku. Mataku mulai merem melek. Tak sadar erangan nikmat mengalir dari mulutku. Balan tampak semakin senang melihat kepasrahanku.
“Akak jangan takut, saya akan pelan-pelan…” janji Balan tentang caranya dia akan menyetubuhiku.
Karena itu akhirnya aku sama sekali tak menolak ketika Balan membawaku ke ruang tengah dan berbaring di atas lantai di depan TV. Dia buka tudung dan bajuku. Lalu dia buka pula semua bajunya. Lucunya entah karena gugup atau begitu nafsunya, Balan memerlukan waktu agak lama untuk melucuti pakaiannya sendiri. Aku pun menunggu dengan harap-harap cemas dalam keadaan sudah bugil di atas lantai sambil memandangi penisnya yang kuncup dan tegang.
Kami pun kembali berciuman dengan penuh nafsu. Kali ini dalam keadaan bugil. Aku bisa merasakan tubuhnya yang dipenuhi rambut tebal menyentuh tubuh bugilku. Geli dan menggairahkan…! Beda rasanya dengan tubuh suamiku yang bersih dari rambut. Aku juga bisa merasakan penisnya yang besar seperti ular merayapi pahaku. Penis yang hitam dan tak dikhitan.
Jarinya masuk ke dalam vaginaku. Aku tersentak dan mengerang karena kenikmatan. Dia juga menciumi seluruh tubuhku. Balan benar-benar pandai dan tahu cara memperlakukan seorang perempuan. Aku makin tak tahan. Balan lalu menjilati vaginaku…. Aku pun memohon. Aku benar-benar tak tahan.
“Balan cepat….”
Lalu Balan memasukkan batangnya yang sudah sangat keras ke dalam vaginaku yang sudah basah kuyup rasanya. Dalam hal ini pun dia sangat pandai… dimasukkannya pelan-pelan, tarik-keluar tarik-keluar. Sedaaap sekali rasanya…. Tuhan saja yang tahu. Batangnya sangat besar sehingga penuhlah rasanya lubang kemaluanku. Aku mengangkat punggung setiap kali Balan menghenyakkan batangnya.
Setelah itu aku seperti orang gila saja. Tak pernah aku merasakan kenikmatan seperti itu. Lebih kurang lima menit aku merasa seperti mau kencing. Aku tahu aku sudah orgasme. Ooohh… nikmat sekali rasanya… kutarik badan Balan dan kudorong punggungku ke atas. Lalu kulilitkan kakiku ke pinggang Balan. Balan pun saat itu menghentak lagi dengan kuat….
Aku seperti meraung waktu itu. Sedappp… lalu muncratlah… Setelah terpancur air maninya, satu menit kami tak bergerak. Hanya saling berpelukan dengan erat. Nafas kami terengah-engah. Pandanganku nanar seakan terbang melayang ke langit ketujuh. Selama beberapa saat aku merasakan ketenangan, kenyamanan, dan perasaan puas bercampur aduk. Vaginaku terasa sangat panas dan basah kuyup. Penis Balan berdenyut-denyut di dalam alat kelaminku.
Setelah itu Balan menarik keluar batangnya dari dalam vaginaku… Ia tampak seperti ular sawah yang tertidur setelah selesai menyantap mangsanya…. terkulai.
Balan lalu berkata sambil mengecup dahiku, “Terima kasih akak!”
Aku tersenyum senang dan berbaring bugil bersamanya di depan TV. Tangan Balan melingkari leherku yang telanjang. Kurebahkan kepalaku di dadanya. Lalu sebelah tanganku menggapai kemaluan Balan yang masih basah setelah selesai digunakan untuk menyetubuhiku. Aku memandangi dan mengagumi batangnya yang kuncup dan begitu perkasa. Kubelai-belai penis Balan dengan lembut. Sementara itu bibirku menciumi dadanya yang hitam bidang dan dipenuhi rambut. Balan sendiri masih terbaring mengumpulkan kembali tenaganya tapi tampak jelas kalau ia sangat senang dengan perlakuanku.
Dibelai-belainya punggungku yang putih mulus dan juga rambutku yang hitam panjang. Dia tersenyum sambil memandangiku.
Aku terus mengusap-usap kemaluannya yang panjang dan kuncup itu. Dalam waktu yang tak berapa lama, aku bisa merasakan batang yang hitam itu sedikit demi sedikit mengeras kembali karena belaian dan rangsanganku. Senang sekali melihatnya…!
Sebelum suamiku dan kawan-kawannya kembali, Balan masih sempat menyetubuhiku sekali lagi. Kami berdua memang sama-sama ingin melakukannya lagi. Persetubuhan ronde kedua ini berlangsung cukup singkat. Dalam waktu 5 menit aku sudah berhasil mencapai orgasme. Beberapa detik kemudian Balan pun menggeram dan memuntahkan air maninya kembali di dalam rahimku. Aku belum pernah merasakan sensasi dan kebahagiaan seperti ini sebelumnya. Karena itu setelah Balan selesai menyetubuhiku untuk kedua kalinya, aku langsung memeluk dan mencium bibirnya dengan ikhlas sebagai tanda terima kasih.
Kami mendengar suara Trooper memasuki pekarangan rumah tepat saat aku baru saja mengenakan kembali baju kurungku. Untunglah tadi begitu selesai ronde kedua Balan langsung menyuruhku bergegas berpakaian kembali tanpa kami sempat membersihkan diri dulu. Rupanya benarlah sarannya. Sambil mengenakan tudungku, aku segera menyiapkan hidangan di meja makan sementara Balan duduk di depan TV seolah tak pernah terjadi apa pun.
Kalau kupikir-pikir dengan akal sehat, sungguh nekat apa yang telah kulakukan tadi bersama Balan! Apalagi kalau kuingat pintu rumah kami pun dalam keadaan terbuka lebar! Untung saja tak ada seorang pun yang datang saat kami bersetubuh tadi… Kebetulan lokasi rumah kami memang agak jauh dari para tetangga maupun jalan raya.
Apa yang kami berdua lakukan tadi sebenarnya relatif sangat singkat. Kalau dihitung sejak Balan keluar dari kamar mandi sampai kami berpakaian kembali total waktunya hanya sekitar setengah jam. Walaupun singkat tapi benar-benar memuaskan dan menegangkan!
Aku agak gugup sebetulnya waktu melayani suamiku dan kawan-kawannya di meja makan. Maklum, inilah pertama kalinya aku berselingkuh terhadap suamiku. Apalagi lelaki yang baru saja menyetubuhiku ikut duduk pula semeja bersama kami. Aku pun masih merasakan air mani Balan mengalir keluar dari vaginaku karena aku belum sempat membersihkan diri. Untunglah Balan orangnya sangat periang dan banyak bicara. Suamiku dan kawan-kawannya lalu asyik makan sambil mengobrol dengan serunya. Sementara aku sendiri tidak terlalu banyak bicara karena masih terbayang-bayang baru saja disetubuhi secara hebat oleh Balan.
Begitu suamiku mengecup dahiku berpamitan dan pergi bersama kawan-kawannya, aku segera mengunci pintu dan melepas semua pakaianku. Aku bermasturbasi membayangkan persetubuhanku bersama Balan tadi. Sungguh luar biasa dan menegangkan!
Aku jadi ingin kembali bersetubuh dengan Balan tapi dia belum ada lagi tugas outstation setelah kejadian itu. Itulah pertama kalinya aku merasakan batang lelaki lain selain milik suami. Aku merasakan kenikmatan dan sensasi yang luar biasa. Jadi timbul keinginan untuk merasakan batang yang lain lagi…..

Tamat
Read More